Rabu, 17 Juni 2015

Sapi Kereman yang Menguntungkan


Sapi Kereman yang Menguntungkan
Agus, masih asyik melihat sapi jenis limousin yang diternaknya. Ia meneliti setiap jengkal tubuh sapi yang menjadi andalannya itu. Mulai kulit, kepala, telinga, sampai kaki. Semuanya ideal dengan berat badan seperti yang diharapkannya.

Ia membeli sapi jenis limousin saat kontes akhir tahun lalu. Sapi itu masih pedet (anak sapi) dan umurnya masih di kisaran satu tahun. Awalnya, ia membeli pedet itu dengan harga Rp15,5 juta. Tiga pekan berselang ada yang menawar dengan harga Rp20 juta.

"Saya tidak berikan, karena sapi itu sangat bagus. Mirip sekali dengan sapi Australia, postur tubuhnya, kakinya, kepalanya. Saya persiapkan ikut kontes," ujarnya.

Kereman atau penggemukan, itulah yang dipilih oleh Agus Dwi, salah seorang peternak sapi asal Desa Tanjung, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Ia menilai, program penggemukan sapi lebih mudah daripada pembibitan, dan ia pun konsentrasi di bidang kereman ini.

Ya, budidaya sapi kereman atau penggemukan marak dilakukan oleh sejumlah peternak, termasuk di Kabupaten Kediri. Tingkat keuntungan yang berlipat ganda membuat peternak sangat berminat. Terlebih lagi, mendekati Hari Raya Idul Adha 2014, karena permintaan akan ternak, terutama sapi, relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan hari biasanya.

Bagi Agus yang mantan Kepala Desa Tanjung ini, penggemukan sapi mempunyai keuntungan dan kesenangan tersendiri, terlebih lagi jika ia mendapat sapi yang cukup bagus. Di kandangnya, terdapat berbagai macam jenis sapi, seperti brahman, simental, serta sapi limousin.

Ia membeli sapi-sapi yang sehat, namun kondisinya tidak terlalu gemuk. Dengan itu, ia bisa menawar dengan harga yang murah dan ia gemukkan di kandang yang ia miliki sejauh 1 kilometer dari rumahnya.

Pria yang berumur 41 tahun itu mengaku mempunyai trik khusus menggemukkan sapi. Sapi-sapi yang telah dibeli, harus dilihat kondisi kesehatannya, apakah dia terkena penyakit, misalnya penyakit cacing atau penyakit lainnya yang membuat sapi itu tidak terlalu nafsu makan, sehingga badannya kurus.

"Awal datang, selalu diberi obat cacing. Itu upaya agar nafsu makannya bagus," katanya.

Selain diberi obat cacing, sapi itu juga diberi vitamin dengan tujuan agar tubuhnya semakin sehat. Jika sehat, nafsu makan sapi itu juga naik drastis dan lekas gemuk.

Untuk keseharian makan, ia memberi pakan penuh dengan nutrisi. Bahkan, pakan itu diraciknya. Dibantu dengan anak buahnya yang khusus bertugas mengurusi ternak sapi miliknya, sejumlah pakan diracik dan difermentasi.

Olahan pakan yang difermentasi itu terdiri dari campuran bekatul, tepung jagung, gaplek (singkong yang dikeringkan), mineral, pollard (dari bahan gandum), kangkung kering, sampai kulit ari kedelai.

Seluruh bahan dengan porsi yang dirahasiakan itu difermentasi menggunakan tetes tebu dengan ukuran secukupnya. Tetes tebu juga baik untuk kesehatan hewan, dan cukup dianjurkan oleh dinas peternakan, asalkan sesuai dengan kebutuhan.

"Seluruh bahan dicampur, difermentasi selama 10 hari dan ada bahan tambahan lain yang bisa membuatnya lebih cepat gemuk," ujarnya, sembari merahasiakan bahan yang dimaksud.

Namun, katanya, bahan-bahan itu juga tidak harus difermentasi. Jika tidak ada stok pakan yang difermentasi, maka makanan yang sudah dicampur itu juga bisa langsung diberikan pada sapi. Kandungan gizinya tidak berubah.

Walaupun memberi makanan alami dan bergizi dari berbagai campuran bahan itu, Agus juga mengatakan tetap memberi pakan berwarna hijau seperti layaknya sapi.

Selain memerhatikan makanan, ia juga sangat memerhatikan kesehatan kandang. Setiap hari, kandang dibersihkan dari berbagai macam kotoran ternak. Sapi juga dimandikan setiap hari, agar bersih dan kesehatannya terjaga.

Sarana sanitasi di kandang juga harus diperhatikan. Kandang dibuat terbuka agar udara lebih bebas dan tidak pengap. Kandang juga diberi atap, agar ternak terhindar dari panas matahari dan hujan.

Selain itu, saluran air dibuat dekat dengan kandang, agar lebih mudah saat memandikan ternak dan dibuat irigasi kecil, agar air sisa untuk membersihkan sapi dan kandang bisa mengalir dengan baik.

Untuk tempat pakan, juga dibuat tidak terlalu tinggi, sehingga sapi-sapi pun bisa makan dengan leluasa. Pun demikian, ketika sapi itu masih pedet, bisa menjangkau pakan yang disiapkan di dalam kandang.

Agus mengungkapkan, biaya perawatan untuk setiap ekor sapi yang ia ternak bervariatif. Untuk sapi jenis lokal, seperti brahman atapun simental, biaya perawatan tidak terlalu besar, di kisaran Rp25 ribu sampai Rp30 ribu per hari.

Namun, untuk jenis limousin, biaya perawatan lebih besar, bahkan sampai Rp50 ribu per ekor jika sudah dewasa. Hal itu karena kebutuhan pakan yang lebih besar, mengingat berat badannya juga relatif lebih besar jika dibandingkan dengan sapi lokal.


Langganan pejabat
Berburu sapi, bagi Agus, tak harus sampai ke luar Jawa Timur. Ia menilai stok anakan sapi yang ada di Jatim masih melimpah dan banyak yang sangat bagus, sehingga ia pun tidak terlalu sulit mendapatkannya. Hanya saja, ia harus benar teliti dan tekun merawatnya mencari bibit yang terbaik.

Selain mencari sapi dari para peternak, ia juga mencari sapi saat kontes sapi. Kegiatan itu biasanya dilakukan oleh dinas peternakan di daerah setempat. Ia sering mengikuti kontes sapi dan beberapa kali ikut lomba. Hasilnya, sejumlah penghargaan kerap ia dapat.

Penghargaan itu seperti dapat juara dua kontes ternak se-Jatim pada 2013 di Blitar, serta juara kontes lomba ternak di Kabupaten Kediri pada 2014. Hadiahnya yang diberikan panitia adalah piala penghargaan, sertifikat, serta uang pembinaan. Uang yang diberikan memang tidak seberapa, tapi Agus mengaku puas.

Ia menceritakan untuk sapi yang menang kontes di Jombang pada 2013, awalnya ia beli sapi dengan bobot kisaran 6 kuintal saja dan umurnya 7-8 bulan. Ia pelihara sapi itu dan dalam relatif waktu 2,5 tahun bobotnya sudah menjadi 12,5 kuintal dan ternyata menang dalam kontes.

Selain untuk penggemukan, Agus juga mempunyai target sapi yang ia pelihara bisa menang kontes yang diadakan Dinas Peternakan di daerah, ataupun lomba kontes tingkat Jatim, bahkan tingkat nasional. Untuk itu, ia sengaja memilih pedetan yang sangat bagus untuk lomba.

Memulai bisnis sapi kereman, sejak empat tahun lalu, tak membuat Agus putus asa. Ia nekat menjual sejumlah kendaraan yang ia miliki dan mengalokasikan dana untuk konsentrasi di bidang penggemukan ternak ini.

Secara usia, Agus menyadari memang masih dini. Namun, ia mengaku bukti dengan ketekunan yang ia lakukan, serta pemberian makanan yang berimbang, membuat ternak yang ia rawat sehat dan kualitasnya bagus.

Ia pun menyadari dari rentang waktu yang singkat itu, ia banyak belajar termasuk bagaimana mengetahui kondisi sapi yang bagus, serta perkembangan sapi. Tidak setiap sapi mempunyai kondisi yang sama, sehingga berkembang dengan baik dan cepat.

Misalnya, untuk sapi yang belum "poel" (belum cukup umur atau di bawah satu tahun) tidak menunjukkan angka perkembangan yang sangat cepat atau lambat. Namun, jika sudah "poel", ia akan bisa tumbuh dengan sangat bagus dan cepat gemuk.

"Jika masa di bawah satu tahun perkembangan lambat, kisaran 1-2 kilogram per hari," katanya.

Ia pun tidak lama merawat ternak. Ternak untuk kereman dipertahankan sampai satu tahun, agar dapat bobot ideal, namun untuk sapi lokal di kisaran tiga bulan. Bahkan, jika dalam rentang satu bulan sudah gemuk, ia bisa melepas dan mencari sapi lainnya.

Dalam rentang setahun, ia bisa menjual sapi hasil kereman dalam jumlah banyak. Permintaan datang dari berbagai pihak, dari orang biasa sampai pejabat, terlebih lagi menjelang Hari Raya Idul Adha, pesanan lebih banyak lagi.

Pada 2013, ia mampu menjual sampai 100 ekor, dan pada 2014, terlebih lagi, menjelang hari raya kurban itu, bisa sampai 150 ekor.

Berkat prestasinya yang berhasil dalam program kereman sapi, ternak yang ia pelihara juga menjadi langganan pejabat untuk dibeli. Pernah Ketua DPR RI Agung Laksono membeli sapi miliknya, bahkan Bupati Kediri juga selalu pesan ternak pada dirinya, terutama untuk keperluan Hari Raya Idul Adha.

Pekan ini, ia juga mengirimkan ternak pesanan perkumpulan dokter di salah satu rumah sakit di Surabaya. Ternak miliknya terjual dengan harga Rp100 juta dan ada yang Rp80 juta. Perkumpulan dokter itu memilih sapi jenis limousin untuk dikurbankan, karena mempunyai bobot yang lebih jika dibandingkan sapi jenis lokal.

"Bupati sudah pesan, nanti dikirimkan mendekati lebaran," ujarnya.

Di kandang miliknya ada puluhan ekor jenis sapi. Sebagian sudah dipesan oleh para pelanggan. Sapi-sapi itu sengaja masih dititipkan dan akan diambil mendekati Hari Raya Idul Adha.

Namun, ia sudah mempunyai hitungan tersendiri. Sapi yang dititipkan tetap dikenai biaya perawatan yang besarnya sama dengan biaya perawatan setiap harinya, berkisar Rp25 ribu sampai Rp30 ribu per ekor per hari.


Dukungan Pemerintah
Di Desa Tanjung, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri tersebut, mayoritas warganya mempunyai ternak sapi. Geografis di daerah itu juga mendukung. Lahan kosong banyak disulap jadi lahan rumput gajah, sebagai pakan sapi.

Namun, urusan ternak sapi, yang konsentrasi di bidang kereman atau penggemukan hanya sejumlah petani saja. Lagi-lagi, modal yang menjadi salah satu alasan para peternak lebih memilih untuk pembibitan daripada penggemukan.

Imron (40), peternak kereman lainnya mengatakan, ia memang lebih menyukai untuk penggemukan sapi daripada pembibitan. Menurut dia, penggemukan lebih cepat dan lebih menguntungkan.

Berbagai jenis sapi ia miliki, baik brahman, limousin, simental, benggalan, dan sejumlah sapi lainnya. Namun, dalam memelihara, ia lebih banyak mamanfaatkan makanan alami, dibandingkan dengan menggunakan berbagai macam suplemen dan vitamin untuk menambah nafsu makan sapi.

Imron mengatakan pernah membeli sapi dengan bobot 4,5 kuintal, padahal idealnya 6 kuintal. Sapi itu terlihat kurus, dari berat badan idealnya. Tapi, dengan berbagai macam pakan yang nutrisinya juga terjamin, akhirnya sapi itu bisa gemuk dan mempunyai nilai daya jual yang tinggi.

"Jika makanan stabil selama empat bulan bisa dapat pendapatan Rp5 juta, tapi masih kotor. Bersihnya, setengahnya," katanya.

Makanan yang ia berikan juga alami, seperti ampas kedelai, bekatul, serta pakan berwarna hijau, yaitu rumput. Pakan itu diberikan pagi dan sore, sehingga sapi kenyang.

Walaupun tidak menggunakan obat, demi meningkatkan nafsu makan, Imron mengaku tetap menggunakan obat pada sapi. Tapi, obat yang diberikan untuk mencegah sapi sakit, misalnya perut kembung ataupun linu.

Untuk saat ini, ia mempunyai tiga ekor sapi betina. Sapi itu sengaja ia rawat untuk kesibukan sehari-hari. Sejumlah sapi lainnya sudah habis terjual, untuk keperluan perayaan Idul Adha.

Namun, ia mengakui jika pembeli dari kelompok partai lebih menguntungkan dibandingkan pembeli orang biasa. Harga yang diberikan lebih tinggi. Untuk jenis brahman misalnya, sapi di masyarakat umum bisa terjual dengan harga Rp15 juta per ekor, tapi jika yang membeli partai atapun pejabat bisa lebih mahal lagi, sampai Rp20 juta bahkan lebih per ekor.

Program penggemukan sapi atau sapi kereman mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Jawa Timur, dinilai sebagai pemasok ternak dengan kualitas yang tidak perlu diragukan lagi.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri Sri Suparmi menyebut pemerintah membuat program untuk sapi kereman ini. Program itu bisa dibuat untuk kelompok peternak. Kebanyakan sapi kereman itu pejantan.

Sri mengaku program itu memang sengaja dibuat. Awalnya, program itu dikucurkan guna mengurangi populasi ternak yang disembelih. Jika awalnya dua sapi, bisa hanya menyembelih satu ekor saja, jika rencana tiga ekor, bisa disembelih hanya dua ekor saja.

"Kereman (penggemukan) itu tujuannya meningkatkan berat badan (BB). Tujuan awalnya mengurangi angka pemotongan sapi, jadi populasi bertambah," kata Sri.

Sri mengatakan, kelompok peternak sapi kereman itu merata di Kabupaten Kediri. Ada sekitar 100 kelompok peternak sapi kereman. Setiap kelompok mempunyai sekitar 10 orang anggota.

Pihaknya mengatakan banyak agenda yang dibuat oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri terkait dengan program sapi kereman itu, seperti pelayanan kesehatan terpadu guna mempertahankan kesehatan ternak.

Hampir setiap desa mempunyai jadwal khusus untuk pemeriksaan ternak mereka. Pemeriksaan itu juga terbagi di sejumlah titik, sehingga memudahkan peternak memeriksakan kesehatan ternaknya. Pemeriksaan itu rutin tiap tiga bulan sekali.

"Satu desa dibagi di beberapa titik pemeriksaan," ujar Sri.

Selain masalah kesehatan, kata Sri, pihaknya sangat memerhatikan masalah asupan pakan bagi ternak. Dinas sering mengadakan pelatihan bagi peternak, membuat pakan. Mereka bisa meracik pakan sendiri, dengan memanfaatkan bahan-bahan alami, yang juga kaya akan nutrisi. Bahan alami itu seperti memanfaatkan ampas kedelai. Limbahnya bisa digunakan untuk pakan ternak.

"Mereka bisa menghemat biaya, jika dibandingkan membeli pakan konsentrat. Jika beli terus, secara ekonomis mereka rugi," ujarnya.

Pada 2014 ini, terdapat lima kelompok yang dapat program penggemuka sapi. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri mengaku anggaran yang ada terbatas, jadi tidak semua kelompok dapat program.

Setiap anggota mendapatkan anggaran Rp10 juta untuk satu ekor sapi. Untuk pembelian sapi pun, juga akan dikawal tim dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri. Mereka bertugas memantau kesehatan hewan ternak yang dibeli oleh anggota kelompok bersangkutan.

Pengembalian dalam program sapi kereman, lanjut Sri juga tidak terlalu berat. Setiap orang di kelompok itu diwajibkan menyetorkan laba hasil penjualan, dengan pembagian 70:30 persen. Petani mendapat bagian besar, 70 persen, sedangkan sisanya dikembalikan ke kas daerah lewat bank awal proses pengajuan.

"Atau bisa dengan potongan, 6 persen dipotong di awal pengajuan. Itu pengajuan ke bank daerah," kata Sri.

Pihaknya mendukung penuh upaya untuk penggemukan sapi. Hal ini juga ikut meningkatkan perekonomian para peternak. Terlebih lagi, kesehatan ternak, terutama sapi di Jatim juga diakui oleh pemerintah.

Berbeda dengan ternak di sejumlah daerah (provinsi) yang diindikasikan terkena penyakit menular, antraks, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sulawesi Tengah, dan sejumlah daerah lain.

Di Kabupaten Kediri, stok sapi juga melimpah. Populasi sapi yang ada sampai 198.394 ekor. Untuk pejantan siap potong mencapai 9.920 ekor, dan diprediksi ternak yang akan disembelih saat Hari Raya Idul Adha 2014 ada 5.094 ekor.

Tingkat kebutuhan daging bagi masyarakat di Kabupaten Kediri juga terpenuhi dengan stok ternak yang ada. Produksi daging sapi mencapai 1.095.425 kilogram, sementara konsumsi masyarakat hanya 792.808 kilogram, sehingga surplus produksi daging mencapai 302.617 kilogram atau 1.407 ekor.

Menghadapi Hari Raya Idul Adha 2014, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kediri juga sudah membentuk tim pemantau. Ada empat tim yang dibentuk dan setiap tim bertugas 10 orang, termasuk dokter hewan ataupun mantri hewan.

Mereka dibagi memantau kesehatan hewan kurban baik sebelum disembelih ataupun setelah disembelih. Gunanya, memastikan kondisi daging yang disembelih saat Idul Adha itu layak konsumsi.

Dari pengalaman, terdapat sejumlah temuan, seperti adanya penyakit cacing hati. Daging dengan penyakit itu berbahaya jika dikonsumsi manusia, dan dianjurkan untuk dibuang.

Kini, Kabupaten Kediri pun dikenal sebagai daerah sapi kereman yang juga didukung pemerintah daerah setempat, sehingga masyarakat dan pejabat pun mengenal daerah itu, apalagi pada hari raya Idul Adha seperti saat ini. (*)
Editor: Edy M Yakub

 

 

Viterna Plus Organik Serbuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar