Senin, 15 Juni 2015

Mery Raih Doktor Usai Teliti Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai Rawit

Cabai rawit merupakan salah satu komoditas strategis nasional selain cabai besar dan bawang merah. Namun demikian produktivitas tanaman ini masih rendah. Salah satunya dikarenakan gangguan penyakit daun keriting kuning yang disebabkan Begomovirus.
“Gangguan virus tersebut seringkali menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil panen menurun dan bisa mengakibatkan gagal panen,” kata Mery Windarningsih, Selasa (19/5) saat menjalankan ujian terbuka program doktor di Fakultas Pertanian UGM.
Dosen Fakultas Pertanian Univeritas Mataram, NTB ini menyampaikan serangan penyakit daun keriting kuning pada tanaman cabai terus meluas setiap tahunnya. Bahkan infeksi patogen oleh Begomovirus berkembang meluas menjadi epidemi di 16 provinsi di Indonesia serta menimbulkan kerugian besar pada pertanaman cabai di berbagai lokasi.  Daerah yang terjangkit adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Maluku, dan Papua Barat.
“Tidak hanya itu, luas serangan areal pertanaman cabai oleh virus ini juga meningkat tajam hingga 3.015 hektar pada 2007 dari sebelumnya 884 hektar di tahun 2003,”ujarnya.
Mery menuturkan gejala penyakit yangs am aditunjukkan pada pertnaman cabai di Pulau Lombok, NTB sejak tahun 2006 silam. Kondisi ini menggambarkan bahwa penyakit daun keriting kuning cabai sangat berpotensi menjadi penyakit penting karena tingkat kejadian dan sebaran areal serangan semakin meluas. Selain itu terdapat kemungkinan adanya sejumlah strain dari berbagai lokasi.
Dari pengamatan di lapangan di tiga lokasi pertanaman cabai rawit di Lombon Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat diperoleh berbagai variasi gejala dalam satu areal maupun antar areal yang berbeda. Gejala umum yang tampak sama seperti gejala penyalit daun keriting kuning di Jawa Tengah dan DIY dengan gejal akhas daun muda menguning, berukuran kecil-kecil, dan mengeriting ke atas seperti mangkok. Adapun intensitas penyakit di tiga lokasi cukup tinggi berkisar antara 58-81 persen dengan intensitas terendah di Lombok Tengah 58 persen kemudian meningkat di Lombok Barat sebesar 72 persen dan di Lombok Timur sebesar 80 persen.
Selanjutnya dari hasil analisis sekuensing nukleotida DNA Bergomovirus dari coat protein parsial cabai rawit Pulau Lombok diperoleh sepanhang 323 bp. Sedangkan analisis multiple aligment sekuen yang menyandi coat protein Begomovirus antar isolat Pulau lombok menunjukkan similaritas tinggi sebesar 96 persen.
“Dari pengujian tingkat homologi antar isolat LT dan LTG menunjukkan bahwa keduanya merupakan kelompok virus yang sama,”terangnya saat empertahankan disertasi berjudul Karakteristik Molekuler Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Pada Cabai Rawit di Pulau Lombok.
Sementara melalui analisis sekuen nukleotida dengan CutalW memperlihatkan  isolat-isolat Pulau Lombok memiliki homologi yang tinggi dengan isolat-isolat asal Jawa Tengah, DIY, Bandung dan Bogor. Dari penyejajaran sekuen diketahui nilai similaritas berkisar antara 92-96 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa isolat-isolat tersebut merupakan kelompok virus yang sama.
Lebih lanjut dikatakan wanita kelahiran Maumere, 51 tahun lalu ini dari analisis pohon filogenetik berdasar urutan nukleotida parsial menunjukkan adanya dua kelompok PYLCV Begomovirus. Kelompok pertama terdiri dari anggota PYLCV Begomovirus asal Indonesia, sedangkan kelompok kedua terdiri atas PYLCV Begomovirus asal negara-negara Asia kecuali Agregatum yellow vein virus Bandung termasuk dalam kelompok kedua. Selain itu juga diketahui isolat Begomovirus Pulau Lomok, Jawa Tengah, DIY, Bandung, dan Bogor masih memiliki hubungan kekerabatan jauh dengan kelompok kedua yakni Honeysuckle yellow vein mozaic virus Japan, Lindernia anagalis yellow vein virus China, Starchytarpheta leaf curl virus China, Sida leaf curl virus Vietnam, Ageratum vein virus China, Tomato yellow leaf curl virus  Filipina, Tobacco leaf curl virus Yunnan China, dan Ageratum yellow vein virus Bandung.
“Ini menunjukkan dugaan kemungkinan mereka berasal dari nenek moyang dengan sekuen sama kemudian terpisah karena mengalami mutasi sehingga menyebabkan keanekaragaman antarisolat Begomovirus,” paparnya. (Humas UGM/Ika)

Corrin Pestisida Biologi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar